Kamis, 29 Agustus 2019

ULHAR 2 kels 6 D,C,F,B

1. As shomad
    Nama Allah Ta’ala yang agung ini disebutkan dalam firman-Nya:
{قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ، اللهُ الصَّمَدُ}
Katakanlah: Dialah Allah Yang Maha Esa, Allah adalah ash-Shamad (Penguasa Yang Maha Sempurna dan bergantung kepada-Nya segala sesuatu)”(QS al-Ikhlaash:1-2).
Dan dalam sebuah hadits yang shahih Rasululah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada para sahabat radhiyallahu ‘anhum, “Apakah kalian tidak mampu membaca sepertiga (dari) al-Qur’an dalam satu malam?” Maka para sahabat radhiyallahu ‘anhum merasakan hal itu sangat berat dan meraka berkata: Siapa di antara kami yang mampu (melakukan) hal itu, wahai Rasulullah? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “(Surat) Allah al-Wahid (Yang Maha Esa) ash-Shamad (Penguasa Yang Maha Sempurna dan bergantung kepada-Nya segala sesuatu) adalah (sebanding dengan) sepertiga al-Qur’an[1].

2. Al Muqtadir
     Kata Al-Muqtadir memiliki akar kata dari qadara yang berarti kuasa atau mampu. Kata Al-Muqtadir, karena memiliki huruf lebih banyak daripada kata Al-Qâdir, maka menurut pakar bahasa, kandungan makna kata Al-Muqtadir lebih dalam dan kuat daripada kata Al-Qâdir. Jadi, tidak sekedar berkuasa, tetapi menentukan juga.
Kata Al-Muqtadir diulang sebanyak 3 kali (al-Qamar: 42, 55) dan dalam bentuk jamak (muqtadirûn) sekali, yaitu dalam surat az-Zukhruf: 42.
Melalui nama-Nya ini, di samping Dia sebagai Pemegang kekuasaan mutlak, juga di tangan-Nya segala ketentuan. Dia berhak menentukan apa pun yang Dia kehendaki, dan tak ada pihak mana pun di dunia ini yang bisa menghalangi-Nya.
Allah Al-Muqtadir, Allah yang memiliki kekuasaan penuh secara mutlak dan sempurna. Dia bebas melakukan apa yang dikehendaki tanpa ada yang mengintervensi. Dia berhak menentukan apa yang menjadi ketentuan-Nya tanpa ada yang mampu mengubahnya. Segala sesuatu dapat berubah atas kehendak-Nya dan izin-Nya. Tidak ada sesuatu yang telah, sedang, atau akan terjadi, kecuali sesuai dengan ketentuan dan kekuasaan- Nya atas segala sesuatu, secara sempurna dan mutlak.

3. Al Muqoddim
     Kata Al-Muqaddim berasal dari kata qaddama-yuqaddimu yang berarti mengutamakan dan mendahulukan. Nama ini tidak ada dalam Al-Qur’an. Namun, kata kerja dari kedua nama tersebut terdapat dalam Al-Qur`an.
Dengan memperkenalkan diri-Nya Al-Muqaddim sudah tergambar di dalam pikiran kita bahwa Dia mempunyai otoritas mutlak mendahulukan sesuatu yang menjadi keputusan-Nya.
Allah Al-Muqaddim, Allah yang Maha Mendahulukan segala sesuatu yang dikehendaki untuk didahulukan. Hak Allah untuk mendahulukan sesuatu atas yang lainnya tanpa ada yang memaksa atau memengaruhi-Nya. Dia-lah yang mendahulukan peringatan sebelum sanksi-Nya. Dia-lah yang mendahulukan petunjuk sebelum peringatan-Nya dan mendahulukan kasih sayang-Nya atas kemarahan-Nya. Dia-lah yang mendahulukan yang wajib atas yang sunah dan mendahulukan niat atas amalan.
Allah berkalam, yang artinya,
“Tiap-tiap umat memunyai batas waktu, maka apabila telah datang waktunya, mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak dapat (pula) memajukannya.” (al-A’râf: 34).

4. Al Baaqiy
    Allah adalah AL BAAQIY (yang Maha Kekal) dan keberadaan-Nya itu sendiri adalah wajib. Apabila pikiran mengaitkannya dengan masa yang akan datang, disebut abdai dan bila dikaitkan dengan masa lalu, disebut Qadim (Azali).
Yang abadi adalah sedemikian rupa, sehingga gambaran keberadaannya ke masa mendatang tidak ada akhirnya. Hanya benda yang berubah-ubah sajalah yang ikut ambil bagian dalam masa lalu dan masa mendatang, karena masa lalu dan masa mendatang hanya merupakan ungkapan sementara.
Hanya perubahan atau gerak yang ikut ambil bagian dalam waktu, karena gerak terbagi menjadi masa lalu dan mendatang, dan segala yang berubah-ubahikut ambil bagian dalam waktu melalui perubahannya, yaitu gerak. Jadi apapun yang tidak tersentuh perubahan dan gerak, ia tidak dalam waktu dan masa lalu atau masa mendatang. Dan juga tidak memiliki bagian didalamnya, sehingga tidak ada bedanya dengan abadi. Ini karena masa lalu dan masa mendatang hanya nyata ketika hal-hal baru akan terjadi.
Segala sesuatu terjadi susul-menyusul sehingga dapat dibagi menjadi yang lalu dan tidak ada lagi yang sekarang dan masih berjalan dan pembaruan, perpanjangan, pengulangan yang diharapkan. Dengan begitu sejauh tidak ada pembaruan atau tidak ada akhir maka tidak ada waktu.
Allah yang Maha Benar ada sebelum waktu itu ada, Dzat-Nya sama sekali tidak berubah. Sebelum Dia menciptakan waktu, waktu sudah tidak berlaku bagi-Nya dan setelah menciptakan waktu, keadaan-Nya tetap sama seperti sebelumnya.
`Dan tetap kekal wajah Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan` (Ar Rahmaan:27)

`Janganlah kamu sembah di samping (menyembah) Allah, Tuhan apapun yang lain. tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. baginyalah segala penentuan dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan` (Al-Qashash:88).

Rabu, 28 Agustus 2019

ULHAR 2 kelas 6 C dan 6 A

1. As shomad
    Nama Allah Ta’ala yang agung ini disebutkan dalam firman-Nya:
{قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ، اللهُ الصَّمَدُ}
Katakanlah: Dialah Allah Yang Maha Esa, Allah adalah ash-Shamad (Penguasa Yang Maha Sempurna dan bergantung kepada-Nya segala sesuatu)”(QS al-Ikhlaash:1-2).
Dan dalam sebuah hadits yang shahih Rasululah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada para sahabat radhiyallahu ‘anhum, “Apakah kalian tidak mampu membaca sepertiga (dari) al-Qur’an dalam satu malam?” Maka para sahabat radhiyallahu ‘anhum merasakan hal itu sangat berat dan meraka berkata: Siapa di antara kami yang mampu (melakukan) hal itu, wahai Rasulullah? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “(Surat) Allah al-Wahid (Yang Maha Esa) ash-Shamad (Penguasa Yang Maha Sempurna dan bergantung kepada-Nya segala sesuatu) adalah (sebanding dengan) sepertiga al-Qur’an[1].

2. Al Muqtadir
     Kata Al-Muqtadir memiliki akar kata dari qadara yang berarti kuasa atau mampu. Kata Al-Muqtadir, karena memiliki huruf lebih banyak daripada kata Al-Qâdir, maka menurut pakar bahasa, kandungan makna kata Al-Muqtadir lebih dalam dan kuat daripada kata Al-Qâdir. Jadi, tidak sekedar berkuasa, tetapi menentukan juga.
Kata Al-Muqtadir diulang sebanyak 3 kali (al-Qamar: 42, 55) dan dalam bentuk jamak (muqtadirûn) sekali, yaitu dalam surat az-Zukhruf: 42.
Melalui nama-Nya ini, di samping Dia sebagai Pemegang kekuasaan mutlak, juga di tangan-Nya segala ketentuan. Dia berhak menentukan apa pun yang Dia kehendaki, dan tak ada pihak mana pun di dunia ini yang bisa menghalangi-Nya.
Allah Al-Muqtadir, Allah yang memiliki kekuasaan penuh secara mutlak dan sempurna. Dia bebas melakukan apa yang dikehendaki tanpa ada yang mengintervensi. Dia berhak menentukan apa yang menjadi ketentuan-Nya tanpa ada yang mampu mengubahnya. Segala sesuatu dapat berubah atas kehendak-Nya dan izin-Nya. Tidak ada sesuatu yang telah, sedang, atau akan terjadi, kecuali sesuai dengan ketentuan dan kekuasaan- Nya atas segala sesuatu, secara sempurna dan mutlak.

3. Al Muqoddim
     Kata Al-Muqaddim berasal dari kata qaddama-yuqaddimu yang berarti mengutamakan dan mendahulukan. Nama ini tidak ada dalam Al-Qur’an. Namun, kata kerja dari kedua nama tersebut terdapat dalam Al-Qur`an.
Dengan memperkenalkan diri-Nya Al-Muqaddim sudah tergambar di dalam pikiran kita bahwa Dia mempunyai otoritas mutlak mendahulukan sesuatu yang menjadi keputusan-Nya.
Allah Al-Muqaddim, Allah yang Maha Mendahulukan segala sesuatu yang dikehendaki untuk didahulukan. Hak Allah untuk mendahulukan sesuatu atas yang lainnya tanpa ada yang memaksa atau memengaruhi-Nya. Dia-lah yang mendahulukan peringatan sebelum sanksi-Nya. Dia-lah yang mendahulukan petunjuk sebelum peringatan-Nya dan mendahulukan kasih sayang-Nya atas kemarahan-Nya. Dia-lah yang mendahulukan yang wajib atas yang sunah dan mendahulukan niat atas amalan.
Allah berkalam, yang artinya,
“Tiap-tiap umat memunyai batas waktu, maka apabila telah datang waktunya, mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak dapat (pula) memajukannya.” (al-A’râf: 34).

4. Al Baaqiy
    Allah adalah AL BAAQIY (yang Maha Kekal) dan keberadaan-Nya itu sendiri adalah wajib. Apabila pikiran mengaitkannya dengan masa yang akan datang, disebut abdai dan bila dikaitkan dengan masa lalu, disebut Qadim (Azali).
Yang abadi adalah sedemikian rupa, sehingga gambaran keberadaannya ke masa mendatang tidak ada akhirnya. Hanya benda yang berubah-ubah sajalah yang ikut ambil bagian dalam masa lalu dan masa mendatang, karena masa lalu dan masa mendatang hanya merupakan ungkapan sementara.
Hanya perubahan atau gerak yang ikut ambil bagian dalam waktu, karena gerak terbagi menjadi masa lalu dan mendatang, dan segala yang berubah-ubahikut ambil bagian dalam waktu melalui perubahannya, yaitu gerak. Jadi apapun yang tidak tersentuh perubahan dan gerak, ia tidak dalam waktu dan masa lalu atau masa mendatang. Dan juga tidak memiliki bagian didalamnya, sehingga tidak ada bedanya dengan abadi. Ini karena masa lalu dan masa mendatang hanya nyata ketika hal-hal baru akan terjadi.
Segala sesuatu terjadi susul-menyusul sehingga dapat dibagi menjadi yang lalu dan tidak ada lagi yang sekarang dan masih berjalan dan pembaruan, perpanjangan, pengulangan yang diharapkan. Dengan begitu sejauh tidak ada pembaruan atau tidak ada akhir maka tidak ada waktu.
Allah yang Maha Benar ada sebelum waktu itu ada, Dzat-Nya sama sekali tidak berubah. Sebelum Dia menciptakan waktu, waktu sudah tidak berlaku bagi-Nya dan setelah menciptakan waktu, keadaan-Nya tetap sama seperti sebelumnya.
`Dan tetap kekal wajah Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan` (Ar Rahmaan:27)

`Janganlah kamu sembah di samping (menyembah) Allah, Tuhan apapun yang lain. tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. baginyalah segala penentuan dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan` (Al-Qashash:88).

Selasa, 27 Agustus 2019

ULHAR 2 kelas 6 D dan 6 B

1. As shomad
    Nama Allah Ta’ala yang agung ini disebutkan dalam firman-Nya:
{قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ، اللهُ الصَّمَدُ}
Katakanlah: Dialah Allah Yang Maha Esa, Allah adalah ash-Shamad (Penguasa Yang Maha Sempurna dan bergantung kepada-Nya segala sesuatu)”(QS al-Ikhlaash:1-2).
Dan dalam sebuah hadits yang shahih Rasululah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada para sahabat radhiyallahu ‘anhum, “Apakah kalian tidak mampu membaca sepertiga (dari) al-Qur’an dalam satu malam?” Maka para sahabat radhiyallahu ‘anhum merasakan hal itu sangat berat dan meraka berkata: Siapa di antara kami yang mampu (melakukan) hal itu, wahai Rasulullah? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “(Surat) Allah al-Wahid (Yang Maha Esa) ash-Shamad (Penguasa Yang Maha Sempurna dan bergantung kepada-Nya segala sesuatu) adalah (sebanding dengan) sepertiga al-Qur’an[1].

2. Al Muqtadir
     Kata Al-Muqtadir memiliki akar kata dari qadara yang berarti kuasa atau mampu. Kata Al-Muqtadir, karena memiliki huruf lebih banyak daripada kata Al-Qâdir, maka menurut pakar bahasa, kandungan makna kata Al-Muqtadir lebih dalam dan kuat daripada kata Al-Qâdir. Jadi, tidak sekedar berkuasa, tetapi menentukan juga.
Kata Al-Muqtadir diulang sebanyak 3 kali (al-Qamar: 42, 55) dan dalam bentuk jamak (muqtadirûn) sekali, yaitu dalam surat az-Zukhruf: 42.
Melalui nama-Nya ini, di samping Dia sebagai Pemegang kekuasaan mutlak, juga di tangan-Nya segala ketentuan. Dia berhak menentukan apa pun yang Dia kehendaki, dan tak ada pihak mana pun di dunia ini yang bisa menghalangi-Nya.
Allah Al-Muqtadir, Allah yang memiliki kekuasaan penuh secara mutlak dan sempurna. Dia bebas melakukan apa yang dikehendaki tanpa ada yang mengintervensi. Dia berhak menentukan apa yang menjadi ketentuan-Nya tanpa ada yang mampu mengubahnya. Segala sesuatu dapat berubah atas kehendak-Nya dan izin-Nya. Tidak ada sesuatu yang telah, sedang, atau akan terjadi, kecuali sesuai dengan ketentuan dan kekuasaan- Nya atas segala sesuatu, secara sempurna dan mutlak.

3. Al Muqoddim
     Kata Al-Muqaddim berasal dari kata qaddama-yuqaddimu yang berarti mengutamakan dan mendahulukan. Nama ini tidak ada dalam Al-Qur’an. Namun, kata kerja dari kedua nama tersebut terdapat dalam Al-Qur`an.
Dengan memperkenalkan diri-Nya Al-Muqaddim sudah tergambar di dalam pikiran kita bahwa Dia mempunyai otoritas mutlak mendahulukan sesuatu yang menjadi keputusan-Nya.
Allah Al-Muqaddim, Allah yang Maha Mendahulukan segala sesuatu yang dikehendaki untuk didahulukan. Hak Allah untuk mendahulukan sesuatu atas yang lainnya tanpa ada yang memaksa atau memengaruhi-Nya. Dia-lah yang mendahulukan peringatan sebelum sanksi-Nya. Dia-lah yang mendahulukan petunjuk sebelum peringatan-Nya dan mendahulukan kasih sayang-Nya atas kemarahan-Nya. Dia-lah yang mendahulukan yang wajib atas yang sunah dan mendahulukan niat atas amalan.
Allah berkalam, yang artinya,
“Tiap-tiap umat memunyai batas waktu, maka apabila telah datang waktunya, mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak dapat (pula) memajukannya.” (al-A’râf: 34).

4. Al Baaqiy
    Allah adalah AL BAAQIY (yang Maha Kekal) dan keberadaan-Nya itu sendiri adalah wajib. Apabila pikiran mengaitkannya dengan masa yang akan datang, disebut abdai dan bila dikaitkan dengan masa lalu, disebut Qadim (Azali).
Yang abadi adalah sedemikian rupa, sehingga gambaran keberadaannya ke masa mendatang tidak ada akhirnya. Hanya benda yang berubah-ubah sajalah yang ikut ambil bagian dalam masa lalu dan masa mendatang, karena masa lalu dan masa mendatang hanya merupakan ungkapan sementara.
Hanya perubahan atau gerak yang ikut ambil bagian dalam waktu, karena gerak terbagi menjadi masa lalu dan mendatang, dan segala yang berubah-ubahikut ambil bagian dalam waktu melalui perubahannya, yaitu gerak. Jadi apapun yang tidak tersentuh perubahan dan gerak, ia tidak dalam waktu dan masa lalu atau masa mendatang. Dan juga tidak memiliki bagian didalamnya, sehingga tidak ada bedanya dengan abadi. Ini karena masa lalu dan masa mendatang hanya nyata ketika hal-hal baru akan terjadi.
Segala sesuatu terjadi susul-menyusul sehingga dapat dibagi menjadi yang lalu dan tidak ada lagi yang sekarang dan masih berjalan dan pembaruan, perpanjangan, pengulangan yang diharapkan. Dengan begitu sejauh tidak ada pembaruan atau tidak ada akhir maka tidak ada waktu.
Allah yang Maha Benar ada sebelum waktu itu ada, Dzat-Nya sama sekali tidak berubah. Sebelum Dia menciptakan waktu, waktu sudah tidak berlaku bagi-Nya dan setelah menciptakan waktu, keadaan-Nya tetap sama seperti sebelumnya.
`Dan tetap kekal wajah Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan` (Ar Rahmaan:27)

`Janganlah kamu sembah di samping (menyembah) Allah, Tuhan apapun yang lain. tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. baginyalah segala penentuan dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan` (Al-Qashash:88).

Senin, 26 Agustus 2019

ULHAR 2 kelas 6 A dan 6 E

1. As shomad
    Nama Allah Ta’ala yang agung ini disebutkan dalam firman-Nya:
{قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ، اللهُ الصَّمَدُ}
Katakanlah: Dialah Allah Yang Maha Esa, Allah adalah ash-Shamad (Penguasa Yang Maha Sempurna dan bergantung kepada-Nya segala sesuatu)”(QS al-Ikhlaash:1-2).
Dan dalam sebuah hadits yang shahih Rasululah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada para sahabat radhiyallahu ‘anhum, “Apakah kalian tidak mampu membaca sepertiga (dari) al-Qur’an dalam satu malam?” Maka para sahabat radhiyallahu ‘anhum merasakan hal itu sangat berat dan meraka berkata: Siapa di antara kami yang mampu (melakukan) hal itu, wahai Rasulullah? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “(Surat) Allah al-Wahid (Yang Maha Esa) ash-Shamad (Penguasa Yang Maha Sempurna dan bergantung kepada-Nya segala sesuatu) adalah (sebanding dengan) sepertiga al-Qur’an[1].

2. Al Muqtadir
     Kata Al-Muqtadir memiliki akar kata dari qadara yang berarti kuasa atau mampu. Kata Al-Muqtadir, karena memiliki huruf lebih banyak daripada kata Al-Qâdir, maka menurut pakar bahasa, kandungan makna kata Al-Muqtadir lebih dalam dan kuat daripada kata Al-Qâdir. Jadi, tidak sekedar berkuasa, tetapi menentukan juga.
Kata Al-Muqtadir diulang sebanyak 3 kali (al-Qamar: 42, 55) dan dalam bentuk jamak (muqtadirûn) sekali, yaitu dalam surat az-Zukhruf: 42.
Melalui nama-Nya ini, di samping Dia sebagai Pemegang kekuasaan mutlak, juga di tangan-Nya segala ketentuan. Dia berhak menentukan apa pun yang Dia kehendaki, dan tak ada pihak mana pun di dunia ini yang bisa menghalangi-Nya.
Allah Al-Muqtadir, Allah yang memiliki kekuasaan penuh secara mutlak dan sempurna. Dia bebas melakukan apa yang dikehendaki tanpa ada yang mengintervensi. Dia berhak menentukan apa yang menjadi ketentuan-Nya tanpa ada yang mampu mengubahnya. Segala sesuatu dapat berubah atas kehendak-Nya dan izin-Nya. Tidak ada sesuatu yang telah, sedang, atau akan terjadi, kecuali sesuai dengan ketentuan dan kekuasaan- Nya atas segala sesuatu, secara sempurna dan mutlak.

3. Al Muqoddim
     Kata Al-Muqaddim berasal dari kata qaddama-yuqaddimu yang berarti mengutamakan dan mendahulukan. Nama ini tidak ada dalam Al-Qur’an. Namun, kata kerja dari kedua nama tersebut terdapat dalam Al-Qur`an.
Dengan memperkenalkan diri-Nya Al-Muqaddim sudah tergambar di dalam pikiran kita bahwa Dia mempunyai otoritas mutlak mendahulukan sesuatu yang menjadi keputusan-Nya.
Allah Al-Muqaddim, Allah yang Maha Mendahulukan segala sesuatu yang dikehendaki untuk didahulukan. Hak Allah untuk mendahulukan sesuatu atas yang lainnya tanpa ada yang memaksa atau memengaruhi-Nya. Dia-lah yang mendahulukan peringatan sebelum sanksi-Nya. Dia-lah yang mendahulukan petunjuk sebelum peringatan-Nya dan mendahulukan kasih sayang-Nya atas kemarahan-Nya. Dia-lah yang mendahulukan yang wajib atas yang sunah dan mendahulukan niat atas amalan.
Allah berkalam, yang artinya,
“Tiap-tiap umat memunyai batas waktu, maka apabila telah datang waktunya, mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak dapat (pula) memajukannya.” (al-A’râf: 34).

4. Al Baaqiy
    Allah adalah AL BAAQIY (yang Maha Kekal) dan keberadaan-Nya itu sendiri adalah wajib. Apabila pikiran mengaitkannya dengan masa yang akan datang, disebut abdai dan bila dikaitkan dengan masa lalu, disebut Qadim (Azali).
Yang abadi adalah sedemikian rupa, sehingga gambaran keberadaannya ke masa mendatang tidak ada akhirnya. Hanya benda yang berubah-ubah sajalah yang ikut ambil bagian dalam masa lalu dan masa mendatang, karena masa lalu dan masa mendatang hanya merupakan ungkapan sementara.
Hanya perubahan atau gerak yang ikut ambil bagian dalam waktu, karena gerak terbagi menjadi masa lalu dan mendatang, dan segala yang berubah-ubahikut ambil bagian dalam waktu melalui perubahannya, yaitu gerak. Jadi apapun yang tidak tersentuh perubahan dan gerak, ia tidak dalam waktu dan masa lalu atau masa mendatang. Dan juga tidak memiliki bagian didalamnya, sehingga tidak ada bedanya dengan abadi. Ini karena masa lalu dan masa mendatang hanya nyata ketika hal-hal baru akan terjadi.
Segala sesuatu terjadi susul-menyusul sehingga dapat dibagi menjadi yang lalu dan tidak ada lagi yang sekarang dan masih berjalan dan pembaruan, perpanjangan, pengulangan yang diharapkan. Dengan begitu sejauh tidak ada pembaruan atau tidak ada akhir maka tidak ada waktu.
Allah yang Maha Benar ada sebelum waktu itu ada, Dzat-Nya sama sekali tidak berubah. Sebelum Dia menciptakan waktu, waktu sudah tidak berlaku bagi-Nya dan setelah menciptakan waktu, keadaan-Nya tetap sama seperti sebelumnya.
`Dan tetap kekal wajah Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan` (Ar Rahmaan:27)

`Janganlah kamu sembah di samping (menyembah) Allah, Tuhan apapun yang lain. tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. baginyalah segala penentuan dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan` (Al-Qashash:88).

Jumat, 23 Agustus 2019

Kelas 6 E dan 6 F

As somad
Nama Allah Ta’ala yang agung ini disebutkan dalam firman-Nya:
{قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ، اللهُ الصَّمَدُ}
Katakanlah: Dialah Allah Yang Maha Esa, Allah adalah ash-Shamad (Penguasa Yang Maha Sempurna dan bergantung kepada-Nya segala sesuatu)”(QS al-Ikhlaash:1-2).
Dan dalam sebuah hadits yang shahih Rasululah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada para sahabat radhiyallahu ‘anhum, “Apakah kalian tidak mampu membaca sepertiga (dari) al-Qur’an dalam satu malam?” Maka para sahabat radhiyallahu ‘anhum merasakan hal itu sangat berat dan meraka berkata: Siapa di antara kami yang mampu (melakukan) hal itu, wahai Rasulullah? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “(Surat) Allah al-Wahid (Yang Maha Esa) ash-Shamad (Penguasa Yang Maha Sempurna dan bergantung kepada-Nya segala sesuatu) adalah (sebanding dengan) sepertiga al-Qur’an[1].

2. Makna ash-Shamad secara bahasa
Ibnu Faris menjelaskan bahwa asal kata nama ini menunjukkan dua makna, salah satunya adalah al-qashdu (tujuan), artinya: orang yang dinamakan dengan ini adalah pemimpin yang dituju (dijadikan rujukan) dalam semua urusan. Kemudian Ibnu Faris berkata: “Allah yang maha agung kemuliaan-Nya adalah ash-Shamad karena Dialah yang dituju oleh semua hamba-Nya dengan doa dan permohonan mereka”[2].
Al-Fairuz Abadi menjelaskan bahwa termasuk makna ash-Shamad secara bahasa adalah as-sayyid (pemimpin) karena selalu dituju (dijadikan rujukan), juga berarti yang kekal dan mulia[3].
Demikian juga Ibnu Manzhur menyebutkan bahwa makna ash-Shamad adalah yang dituju dan dijadikan sandaran[4].
Ibnul Atsir berkata: “Nama Allah ash-Shamad artinya as-sayyid (penguasa) yang mencapai puncak kemahakuasaan. Ada yang berpendapat: artinya adalah yang maha kekal abadi…Dan ada yang mengatakan: artinya adalah yang dituju (oleh semua makhluk) dalam segala kebutuhan mereka”[5].
Oleh karena itu, (dulunya) orang Arab menamakan para pemimpin mereka deingan “ash-shamad” karena merekalah yang dituju oleh orang-orang yang mempunyai keperluan dan terhimpunnya (sifatl)

3. Al-Muqtadir.
Kata Al-Muqtadir memiliki akar kata dari qadara yang berarti kuasa atau mampu. Kata Al-Muqtadir, karena memiliki huruf lebih banyak daripada kata Al-Qâdir, maka menurut pakar bahasa, kandungan makna kata Al-Muqtadir lebih dalam dan kuat daripada kata Al-Qâdir. Jadi, tidak sekedar berkuasa, tetapi menentukan juga.
Kata Al-Muqtadir diulang sebanyak 3 kali (al-Qamar: 42, 55) dan dalam bentuk jamak (muqtadirûn) sekali, yaitu dalam surat az-Zukhruf: 42.
Melalui nama-Nya ini, di samping Dia sebagai Pemegang kekuasaan mutlak, juga di tangan-Nya segala ketentuan. Dia berhak menentukan apa pun yang Dia kehendaki, dan tak ada pihak mana pun di dunia ini yang bisa menghalangi-Nya.
Allah Al-Muqtadir, Allah yang memiliki kekuasaan penuh secara mutlak dan sempurna. Dia bebas melakukan apa yang dikehendaki tanpa ada yang mengintervensi. Dia berhak menentukan apa yang menjadi ketentuan-Nya tanpa ada yang mampu mengubahnya. Segala sesuatu dapat berubah atas kehendak-Nya dan izin-Nya. Tidak ada sesuatu yang telah, sedang, atau akan terjadi, kecuali sesuai dengan ketentuan dan kekuasaan- Nya atas segala sesuatu, secara sempurna dan mutlak.
Allah berkalam, yang artinya,
“Dan berilah perumpamaan kepada mereka (manusia), kehidupan dunia sebagai air hujan yang Kami turunkan dari langit, maka menjadi subur karenanya tumbuh-tumbuhan di muka bumi, kemudian tumbuh-tumbuhan itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin. Dan adalah Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.” (al-Kahfi: 45).
Ayat yang lain menegaskan,
“…Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (ath- Thalâq: 3).
Seorang hamba yang meneladani nama Al-Muqtadir, akan selalu melihat dan menghadirkan kekuasaan Allah yang mutlak atas segala sesuatu. Dia meyakini ketentuan Allah yang terjadi pada setiap makhluk-Nya, sehingga imannya menjadi kuat dan tidak mencari pertolongan dan bantuan kecuali kepada Allah. Karena selain Allah adalah lemah, terbatas, dan tidak mampu secara mutlak. Hamba tersebut juga akan menyadari keterbatasan-keterbatasan yang dimilikinya, sehingga ia tidak sombong atau berbuat zalim dalam kebijakan yang dia ambil, dengan kekuasaan yang Allah berikan kepada-Nya.

4.Al Muqtadir.
Kata Al-Muqaddim berasal dari kata qaddama-yuqaddimu yang berarti mengutamakan dan mendahulukan. Nama ini tidak ada dalam Al-Qur’an. Namun, kata kerja dari kedua nama tersebut terdapat dalam Al-Qur`an.
Dengan memperkenalkan diri-Nya Al-Muqaddim sudah tergambar di dalam pikiran kita bahwa Dia mempunyai otoritas mutlak mendahulukan sesuatu yang menjadi keputusan-Nya.
Allah Al-Muqaddim, Allah yang Maha Mendahulukan segala sesuatu yang dikehendaki untuk didahulukan. Hak Allah untuk mendahulukan sesuatu atas yang lainnya tanpa ada yang memaksa atau memengaruhi-Nya. Dia-lah yang mendahulukan peringatan sebelum sanksi-Nya. Dia-lah yang mendahulukan petunjuk sebelum peringatan-Nya dan mendahulukan kasih sayang-Nya atas kemarahan-Nya. Dia-lah yang mendahulukan yang wajib atas yang sunah dan mendahulukan niat atas amalan.
Allah berkalam, yang artinya,
“Tiap-tiap umat memunyai batas waktu, maka apabila telah datang waktunya, mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak dapat (pula) memajukannya.” (al-A’râf: 34).
Ayat lain menegaskan, “…
Sesungguhnya ketetapan Allah apabila telah datang tidak dapat ditangguhkan, kalau kamu mengetahui.” (Nûh: 4).
Seorang hamba yang meneladani nama Al-Muqaddim, akan selalu mendahulukan perintah Allah dan Rasul-Nya di atas keinginannya. Juga mendahulukan cinta kepada Allah dan Rasul-Nya di atas cinta kepada selain keduanya. Mendahulukan apa yang Allah dahulukan dan mengakhirkan apa yang Allah akhirkan. Ia akan tunduk dan patuh terhadap hukum yang telah ditetapkan Allah dan Rasul-Nya.
Allah berkalam, yang artinya,
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya (dalam me- netapkan sebuah hukum) dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (al-Hujurât: 1).
Seorang hamba yang meneladani nama Al-Muqaddim, juga akan selalu mengedepankan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi. Ketika mengedepankan atau mengakhirkan sesuatu, didasarkan pada perhitungan yang matang, adil, dan kemaslahatan yang ingin dicapai, tanpa harus ada pihak-pihak yang dirugikan.

5.Al Baaqiyu. 
Allah adalah AL BAAQIY (yang Maha Kekal) dan keberadaan-Nya itu sendiri adalah wajib. Apabila pikiran mengaitkannya dengan masa yang akan datang, disebut abdai dan bila dikaitkan dengan masa lalu, disebut Qadim (Azali).
Yang abadi adalah sedemikian rupa, sehingga gambaran keberadaannya ke masa mendatang tidak ada akhirnya. Hanya benda yang berubah-ubah sajalah yang ikut ambil bagian dalam masa lalu dan masa mendatang, karena masa lalu dan masa mendatang hanya merupakan ungkapan sementara.
Hanya perubahan atau gerak yang ikut ambil bagian dalam waktu, karena gerak terbagi menjadi masa lalu dan mendatang, dan segala yang berubah-ubahikut ambil bagian dalam waktu melalui perubahannya, yaitu gerak. Jadi apapun yang tidak tersentuh perubahan dan gerak, ia tidak dalam waktu dan masa lalu atau masa mendatang. Dan juga tidak memiliki bagian didalamnya, sehingga tidak ada bedanya dengan abadi. Ini karena masa lalu dan masa mendatang hanya nyata ketika hal-hal baru akan terjadi.
Segala sesuatu terjadi susul-menyusul sehingga dapat dibagi menjadi yang lalu dan tidak ada lagi yang sekarang dan masih berjalan dan pembaruan, perpanjangan, pengulangan yang diharapkan. Dengan begitu sejauh tidak ada pembaruan atau tidak ada akhir maka tidak ada waktu.
Allah yang Maha Benar ada sebelum waktu itu ada, Dzat-Nya sama sekali tidak berubah. Sebelum Dia menciptakan waktu, waktu sudah tidak berlaku bagi-Nya dan setelah menciptakan waktu, keadaan-Nya tetap sama seperti sebelumnya.
`Dan tetap kekal wajah Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan` (Ar Rahmaan:27)

`Janganlah kamu sembah di samping (menyembah) Allah, Tuhan apapun yang lain. tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. baginyalah segala penentuan dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan` (Al-Qashash:88).

Kamis, 22 Agustus 2019

Kelas 6. D, C, F, B

As somad
Nama Allah Ta’ala yang agung ini disebutkan dalam firman-Nya:
{قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ، اللهُ الصَّمَدُ}
Katakanlah: Dialah Allah Yang Maha Esa, Allah adalah ash-Shamad (Penguasa Yang Maha Sempurna dan bergantung kepada-Nya segala sesuatu)”(QS al-Ikhlaash:1-2).
Dan dalam sebuah hadits yang shahih Rasululah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada para sahabat radhiyallahu ‘anhum, “Apakah kalian tidak mampu membaca sepertiga (dari) al-Qur’an dalam satu malam?” Maka para sahabat radhiyallahu ‘anhum merasakan hal itu sangat berat dan meraka berkata: Siapa di antara kami yang mampu (melakukan) hal itu, wahai Rasulullah? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “(Surat) Allah al-Wahid (Yang Maha Esa) ash-Shamad (Penguasa Yang Maha Sempurna dan bergantung kepada-Nya segala sesuatu) adalah (sebanding dengan) sepertiga al-Qur’an[1].

2. Makna ash-Shamad secara bahasa
Ibnu Faris menjelaskan bahwa asal kata nama ini menunjukkan dua makna, salah satunya adalah al-qashdu (tujuan), artinya: orang yang dinamakan dengan ini adalah pemimpin yang dituju (dijadikan rujukan) dalam semua urusan. Kemudian Ibnu Faris berkata: “Allah yang maha agung kemuliaan-Nya adalah ash-Shamad karena Dialah yang dituju oleh semua hamba-Nya dengan doa dan permohonan mereka”[2].
Al-Fairuz Abadi menjelaskan bahwa termasuk makna ash-Shamad secara bahasa adalah as-sayyid (pemimpin) karena selalu dituju (dijadikan rujukan), juga berarti yang kekal dan mulia[3].
Demikian juga Ibnu Manzhur menyebutkan bahwa makna ash-Shamad adalah yang dituju dan dijadikan sandaran[4].
Ibnul Atsir berkata: “Nama Allah ash-Shamad artinya as-sayyid (penguasa) yang mencapai puncak kemahakuasaan. Ada yang berpendapat: artinya adalah yang maha kekal abadi…Dan ada yang mengatakan: artinya adalah yang dituju (oleh semua makhluk) dalam segala kebutuhan mereka”[5].
Oleh karena itu, (dulunya) orang Arab menamakan para pemimpin mereka deingan “ash-shamad” karena merekalah yang dituju oleh orang-orang yang mempunyai keperluan dan terhimpunnya (sifatl)

3. Al-Muqtadir.
Kata Al-Muqtadir memiliki akar kata dari qadara yang berarti kuasa atau mampu. Kata Al-Muqtadir, karena memiliki huruf lebih banyak daripada kata Al-Qâdir, maka menurut pakar bahasa, kandungan makna kata Al-Muqtadir lebih dalam dan kuat daripada kata Al-Qâdir. Jadi, tidak sekedar berkuasa, tetapi menentukan juga.
Kata Al-Muqtadir diulang sebanyak 3 kali (al-Qamar: 42, 55) dan dalam bentuk jamak (muqtadirûn) sekali, yaitu dalam surat az-Zukhruf: 42.
Melalui nama-Nya ini, di samping Dia sebagai Pemegang kekuasaan mutlak, juga di tangan-Nya segala ketentuan. Dia berhak menentukan apa pun yang Dia kehendaki, dan tak ada pihak mana pun di dunia ini yang bisa menghalangi-Nya.
Allah Al-Muqtadir, Allah yang memiliki kekuasaan penuh secara mutlak dan sempurna. Dia bebas melakukan apa yang dikehendaki tanpa ada yang mengintervensi. Dia berhak menentukan apa yang menjadi ketentuan-Nya tanpa ada yang mampu mengubahnya. Segala sesuatu dapat berubah atas kehendak-Nya dan izin-Nya. Tidak ada sesuatu yang telah, sedang, atau akan terjadi, kecuali sesuai dengan ketentuan dan kekuasaan- Nya atas segala sesuatu, secara sempurna dan mutlak.
Allah berkalam, yang artinya,
“Dan berilah perumpamaan kepada mereka (manusia), kehidupan dunia sebagai air hujan yang Kami turunkan dari langit, maka menjadi subur karenanya tumbuh-tumbuhan di muka bumi, kemudian tumbuh-tumbuhan itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin. Dan adalah Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.” (al-Kahfi: 45).
Ayat yang lain menegaskan,
“…Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (ath- Thalâq: 3).
Seorang hamba yang meneladani nama Al-Muqtadir, akan selalu melihat dan menghadirkan kekuasaan Allah yang mutlak atas segala sesuatu. Dia meyakini ketentuan Allah yang terjadi pada setiap makhluk-Nya, sehingga imannya menjadi kuat dan tidak mencari pertolongan dan bantuan kecuali kepada Allah. Karena selain Allah adalah lemah, terbatas, dan tidak mampu secara mutlak. Hamba tersebut juga akan menyadari keterbatasan-keterbatasan yang dimilikinya, sehingga ia tidak sombong atau berbuat zalim dalam kebijakan yang dia ambil, dengan kekuasaan yang Allah berikan kepada-Nya.

4.Al Muqtadir.
Kata Al-Muqaddim berasal dari kata qaddama-yuqaddimu yang berarti mengutamakan dan mendahulukan. Nama ini tidak ada dalam Al-Qur’an. Namun, kata kerja dari kedua nama tersebut terdapat dalam Al-Qur`an.
Dengan memperkenalkan diri-Nya Al-Muqaddim sudah tergambar di dalam pikiran kita bahwa Dia mempunyai otoritas mutlak mendahulukan sesuatu yang menjadi keputusan-Nya.
Allah Al-Muqaddim, Allah yang Maha Mendahulukan segala sesuatu yang dikehendaki untuk didahulukan. Hak Allah untuk mendahulukan sesuatu atas yang lainnya tanpa ada yang memaksa atau memengaruhi-Nya. Dia-lah yang mendahulukan peringatan sebelum sanksi-Nya. Dia-lah yang mendahulukan petunjuk sebelum peringatan-Nya dan mendahulukan kasih sayang-Nya atas kemarahan-Nya. Dia-lah yang mendahulukan yang wajib atas yang sunah dan mendahulukan niat atas amalan.
Allah berkalam, yang artinya,
“Tiap-tiap umat memunyai batas waktu, maka apabila telah datang waktunya, mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak dapat (pula) memajukannya.” (al-A’râf: 34).
Ayat lain menegaskan, “…
Sesungguhnya ketetapan Allah apabila telah datang tidak dapat ditangguhkan, kalau kamu mengetahui.” (Nûh: 4).
Seorang hamba yang meneladani nama Al-Muqaddim, akan selalu mendahulukan perintah Allah dan Rasul-Nya di atas keinginannya. Juga mendahulukan cinta kepada Allah dan Rasul-Nya di atas cinta kepada selain keduanya. Mendahulukan apa yang Allah dahulukan dan mengakhirkan apa yang Allah akhirkan. Ia akan tunduk dan patuh terhadap hukum yang telah ditetapkan Allah dan Rasul-Nya.
Allah berkalam, yang artinya,
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya (dalam me- netapkan sebuah hukum) dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (al-Hujurât: 1).
Seorang hamba yang meneladani nama Al-Muqaddim, juga akan selalu mengedepankan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi. Ketika mengedepankan atau mengakhirkan sesuatu, didasarkan pada perhitungan yang matang, adil, dan kemaslahatan yang ingin dicapai, tanpa harus ada pihak-pihak yang dirugikan.

5.Al Baaqiyu. 
Allah adalah AL BAAQIY (yang Maha Kekal) dan keberadaan-Nya itu sendiri adalah wajib. Apabila pikiran mengaitkannya dengan masa yang akan datang, disebut abdai dan bila dikaitkan dengan masa lalu, disebut Qadim (Azali).
Yang abadi adalah sedemikian rupa, sehingga gambaran keberadaannya ke masa mendatang tidak ada akhirnya. Hanya benda yang berubah-ubah sajalah yang ikut ambil bagian dalam masa lalu dan masa mendatang, karena masa lalu dan masa mendatang hanya merupakan ungkapan sementara.
Hanya perubahan atau gerak yang ikut ambil bagian dalam waktu, karena gerak terbagi menjadi masa lalu dan mendatang, dan segala yang berubah-ubahikut ambil bagian dalam waktu melalui perubahannya, yaitu gerak. Jadi apapun yang tidak tersentuh perubahan dan gerak, ia tidak dalam waktu dan masa lalu atau masa mendatang. Dan juga tidak memiliki bagian didalamnya, sehingga tidak ada bedanya dengan abadi. Ini karena masa lalu dan masa mendatang hanya nyata ketika hal-hal baru akan terjadi.
Segala sesuatu terjadi susul-menyusul sehingga dapat dibagi menjadi yang lalu dan tidak ada lagi yang sekarang dan masih berjalan dan pembaruan, perpanjangan, pengulangan yang diharapkan. Dengan begitu sejauh tidak ada pembaruan atau tidak ada akhir maka tidak ada waktu.
Allah yang Maha Benar ada sebelum waktu itu ada, Dzat-Nya sama sekali tidak berubah. Sebelum Dia menciptakan waktu, waktu sudah tidak berlaku bagi-Nya dan setelah menciptakan waktu, keadaan-Nya tetap sama seperti sebelumnya.
`Dan tetap kekal wajah Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan` (Ar Rahmaan:27)

`Janganlah kamu sembah di samping (menyembah) Allah, Tuhan apapun yang lain. tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. baginyalah segala penentuan dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan` (Al-Qashash:88).

Rabu, 21 Agustus 2019

Kelas 6 C dan 6 A

As somad
Nama Allah Ta’ala yang agung ini disebutkan dalam firman-Nya:
{قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ، اللهُ الصَّمَدُ}
Katakanlah: Dialah Allah Yang Maha Esa, Allah adalah ash-Shamad (Penguasa Yang Maha Sempurna dan bergantung kepada-Nya segala sesuatu)”(QS al-Ikhlaash:1-2).
Dan dalam sebuah hadits yang shahih Rasululah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada para sahabat radhiyallahu ‘anhum, “Apakah kalian tidak mampu membaca sepertiga (dari) al-Qur’an dalam satu malam?” Maka para sahabat radhiyallahu ‘anhum merasakan hal itu sangat berat dan meraka berkata: Siapa di antara kami yang mampu (melakukan) hal itu, wahai Rasulullah? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “(Surat) Allah al-Wahid (Yang Maha Esa) ash-Shamad (Penguasa Yang Maha Sempurna dan bergantung kepada-Nya segala sesuatu) adalah (sebanding dengan) sepertiga al-Qur’an[1].

2. Makna ash-Shamad secara bahasa
Ibnu Faris menjelaskan bahwa asal kata nama ini menunjukkan dua makna, salah satunya adalah al-qashdu (tujuan), artinya: orang yang dinamakan dengan ini adalah pemimpin yang dituju (dijadikan rujukan) dalam semua urusan. Kemudian Ibnu Faris berkata: “Allah yang maha agung kemuliaan-Nya adalah ash-Shamad karena Dialah yang dituju oleh semua hamba-Nya dengan doa dan permohonan mereka”[2].
Al-Fairuz Abadi menjelaskan bahwa termasuk makna ash-Shamad secara bahasa adalah as-sayyid (pemimpin) karena selalu dituju (dijadikan rujukan), juga berarti yang kekal dan mulia[3].
Demikian juga Ibnu Manzhur menyebutkan bahwa makna ash-Shamad adalah yang dituju dan dijadikan sandaran[4].
Ibnul Atsir berkata: “Nama Allah ash-Shamad artinya as-sayyid (penguasa) yang mencapai puncak kemahakuasaan. Ada yang berpendapat: artinya adalah yang maha kekal abadi…Dan ada yang mengatakan: artinya adalah yang dituju (oleh semua makhluk) dalam segala kebutuhan mereka”[5].
Oleh karena itu, (dulunya) orang Arab menamakan para pemimpin mereka deingan “ash-shamad” karena merekalah yang dituju oleh orang-orang yang mempunyai keperluan dan terhimpunnya (sifatl)

3. Al-Muqtadir.
Kata Al-Muqtadir memiliki akar kata dari qadara yang berarti kuasa atau mampu. Kata Al-Muqtadir, karena memiliki huruf lebih banyak daripada kata Al-Qâdir, maka menurut pakar bahasa, kandungan makna kata Al-Muqtadir lebih dalam dan kuat daripada kata Al-Qâdir. Jadi, tidak sekedar berkuasa, tetapi menentukan juga.
Kata Al-Muqtadir diulang sebanyak 3 kali (al-Qamar: 42, 55) dan dalam bentuk jamak (muqtadirûn) sekali, yaitu dalam surat az-Zukhruf: 42.
Melalui nama-Nya ini, di samping Dia sebagai Pemegang kekuasaan mutlak, juga di tangan-Nya segala ketentuan. Dia berhak menentukan apa pun yang Dia kehendaki, dan tak ada pihak mana pun di dunia ini yang bisa menghalangi-Nya.
Allah Al-Muqtadir, Allah yang memiliki kekuasaan penuh secara mutlak dan sempurna. Dia bebas melakukan apa yang dikehendaki tanpa ada yang mengintervensi. Dia berhak menentukan apa yang menjadi ketentuan-Nya tanpa ada yang mampu mengubahnya. Segala sesuatu dapat berubah atas kehendak-Nya dan izin-Nya. Tidak ada sesuatu yang telah, sedang, atau akan terjadi, kecuali sesuai dengan ketentuan dan kekuasaan- Nya atas segala sesuatu, secara sempurna dan mutlak.
Allah berkalam, yang artinya,
“Dan berilah perumpamaan kepada mereka (manusia), kehidupan dunia sebagai air hujan yang Kami turunkan dari langit, maka menjadi subur karenanya tumbuh-tumbuhan di muka bumi, kemudian tumbuh-tumbuhan itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin. Dan adalah Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.” (al-Kahfi: 45).
Ayat yang lain menegaskan,
“…Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (ath- Thalâq: 3).
Seorang hamba yang meneladani nama Al-Muqtadir, akan selalu melihat dan menghadirkan kekuasaan Allah yang mutlak atas segala sesuatu. Dia meyakini ketentuan Allah yang terjadi pada setiap makhluk-Nya, sehingga imannya menjadi kuat dan tidak mencari pertolongan dan bantuan kecuali kepada Allah. Karena selain Allah adalah lemah, terbatas, dan tidak mampu secara mutlak. Hamba tersebut juga akan menyadari keterbatasan-keterbatasan yang dimilikinya, sehingga ia tidak sombong atau berbuat zalim dalam kebijakan yang dia ambil, dengan kekuasaan yang Allah berikan kepada-Nya.

4.Al Muqtadir.
Kata Al-Muqaddim berasal dari kata qaddama-yuqaddimu yang berarti mengutamakan dan mendahulukan. Nama ini tidak ada dalam Al-Qur’an. Namun, kata kerja dari kedua nama tersebut terdapat dalam Al-Qur`an.
Dengan memperkenalkan diri-Nya Al-Muqaddim sudah tergambar di dalam pikiran kita bahwa Dia mempunyai otoritas mutlak mendahulukan sesuatu yang menjadi keputusan-Nya.
Allah Al-Muqaddim, Allah yang Maha Mendahulukan segala sesuatu yang dikehendaki untuk didahulukan. Hak Allah untuk mendahulukan sesuatu atas yang lainnya tanpa ada yang memaksa atau memengaruhi-Nya. Dia-lah yang mendahulukan peringatan sebelum sanksi-Nya. Dia-lah yang mendahulukan petunjuk sebelum peringatan-Nya dan mendahulukan kasih sayang-Nya atas kemarahan-Nya. Dia-lah yang mendahulukan yang wajib atas yang sunah dan mendahulukan niat atas amalan.
Allah berkalam, yang artinya,
“Tiap-tiap umat memunyai batas waktu, maka apabila telah datang waktunya, mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak dapat (pula) memajukannya.” (al-A’râf: 34).
Ayat lain menegaskan, “…
Sesungguhnya ketetapan Allah apabila telah datang tidak dapat ditangguhkan, kalau kamu mengetahui.” (Nûh: 4).
Seorang hamba yang meneladani nama Al-Muqaddim, akan selalu mendahulukan perintah Allah dan Rasul-Nya di atas keinginannya. Juga mendahulukan cinta kepada Allah dan Rasul-Nya di atas cinta kepada selain keduanya. Mendahulukan apa yang Allah dahulukan dan mengakhirkan apa yang Allah akhirkan. Ia akan tunduk dan patuh terhadap hukum yang telah ditetapkan Allah dan Rasul-Nya.
Allah berkalam, yang artinya,
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya (dalam me- netapkan sebuah hukum) dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (al-Hujurât: 1).
Seorang hamba yang meneladani nama Al-Muqaddim, juga akan selalu mengedepankan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi. Ketika mengedepankan atau mengakhirkan sesuatu, didasarkan pada perhitungan yang matang, adil, dan kemaslahatan yang ingin dicapai, tanpa harus ada pihak-pihak yang dirugikan.

5.Al Baaqiyu. 
Allah adalah AL BAAQIY (yang Maha Kekal) dan keberadaan-Nya itu sendiri adalah wajib. Apabila pikiran mengaitkannya dengan masa yang akan datang, disebut abdai dan bila dikaitkan dengan masa lalu, disebut Qadim (Azali).
Yang abadi adalah sedemikian rupa, sehingga gambaran keberadaannya ke masa mendatang tidak ada akhirnya. Hanya benda yang berubah-ubah sajalah yang ikut ambil bagian dalam masa lalu dan masa mendatang, karena masa lalu dan masa mendatang hanya merupakan ungkapan sementara.
Hanya perubahan atau gerak yang ikut ambil bagian dalam waktu, karena gerak terbagi menjadi masa lalu dan mendatang, dan segala yang berubah-ubahikut ambil bagian dalam waktu melalui perubahannya, yaitu gerak. Jadi apapun yang tidak tersentuh perubahan dan gerak, ia tidak dalam waktu dan masa lalu atau masa mendatang. Dan juga tidak memiliki bagian didalamnya, sehingga tidak ada bedanya dengan abadi. Ini karena masa lalu dan masa mendatang hanya nyata ketika hal-hal baru akan terjadi.
Segala sesuatu terjadi susul-menyusul sehingga dapat dibagi menjadi yang lalu dan tidak ada lagi yang sekarang dan masih berjalan dan pembaruan, perpanjangan, pengulangan yang diharapkan. Dengan begitu sejauh tidak ada pembaruan atau tidak ada akhir maka tidak ada waktu.
Allah yang Maha Benar ada sebelum waktu itu ada, Dzat-Nya sama sekali tidak berubah. Sebelum Dia menciptakan waktu, waktu sudah tidak berlaku bagi-Nya dan setelah menciptakan waktu, keadaan-Nya tetap sama seperti sebelumnya.
`Dan tetap kekal wajah Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan` (Ar Rahmaan:27)

`Janganlah kamu sembah di samping (menyembah) Allah, Tuhan apapun yang lain. tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. baginyalah segala penentuan dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan` (Al-Qashash:88).

Haji dan umroh