Kamis, 08 Agustus 2019

Asmaul Husna

1. HAssomad
Nama Allah Ta’ala yang agung ini disebutkan dalam firman-Nya:
{قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ، اللهُ الصَّمَدُ}
Katakanlah: Dialah Allah Yang Maha Esa, Allah adalah ash-Shamad (Penguasa Yang Maha Sempurna dan bergantung kepada-Nya segala sesuatu)”(QS al-Ikhlaash:1-2).
Dan dalam sebuah hadits yang shahih Rasululah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada para sahabat radhiyallahu ‘anhum, “Apakah kalian tidak mampu membaca sepertiga (dari) al-Qur’an dalam satu malam?” Maka para sahabat radhiyallahu ‘anhum merasakan hal itu sangat berat dan meraka berkata: Siapa di antara kami yang mampu (melakukan) hal itu, wahai Rasulullah? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “(Surat) Allah al-Wahid (Yang Maha Esa) ash-Shamad (Penguasa Yang Maha Sempurna dan bergantung kepada-Nya segala sesuatu) adalah (sebanding dengan) sepertiga al-Qur’an[1].
2. Makna ash-Shamad secara bahasa
Ibnu Faris menjelaskan bahwa asal kata nama ini menunjukkan dua makna, salah satunya adalah al-qashdu (tujuan), artinya: orang yang dinamakan dengan ini adalah pemimpin yang dituju (dijadikan rujukan) dalam semua urusan. Kemudian Ibnu Faris berkata: “Allah yang maha agung kemuliaan-Nya adalah ash-Shamad karena Dialah yang dituju oleh semua hamba-Nya dengan doa dan permohonan mereka”[2].
Al-Fairuz Abadi menjelaskan bahwa termasuk makna ash-Shamad secara bahasa adalah as-sayyid (pemimpin) karena selalu dituju (dijadikan rujukan), juga berarti yang kekal dan mulia[3].
Demikian juga Ibnu Manzhur menyebutkan bahwa makna ash-Shamad adalah yang dituju dan dijadikan sandaran[4].
Ibnul Atsir berkata: “Nama Allah ash-Shamad artinya as-sayyid (penguasa) yang mencapai puncak kemahakuasaan. Ada yang berpendapat: artinya adalah yang maha kekal abadi…Dan ada yang mengatakan: artinya adalah yang dituju (oleh semua makhluk) dalam segala kebutuhan mereka”[5].
Oleh karena itu, (dulunya) orang Arab menamakan para pemimpin mereka deingan “ash-shamad” karena merekalah yang dituju oleh orang-orang yang mempunyai keperluan dan terhimpunnya (sifatl)
3. Al-Muqtadir.
Kata Al-Muqtadir memiliki akar kata dari qadara yang berarti kuasa atau mampu. Kata Al-Muqtadir, karena memiliki huruf lebih banyak daripada kata Al-Qâdir, maka menurut pakar bahasa, kandungan makna kata Al-Muqtadir lebih dalam dan kuat daripada kata Al-Qâdir. Jadi, tidak sekedar berkuasa, tetapi menentukan juga.
Kata Al-Muqtadir diulang sebanyak 3 kali (al-Qamar: 42, 55) dan dalam bentuk jamak (muqtadirûn) sekali, yaitu dalam surat az-Zukhruf: 42.
Melalui nama-Nya ini, di samping Dia sebagai Pemegang kekuasaan mutlak, juga di tangan-Nya segala ketentuan. Dia berhak menentukan apa pun yang Dia kehendaki, dan tak ada pihak mana pun di dunia ini yang bisa menghalangi-Nya.
Allah Al-Muqtadir, Allah yang memiliki kekuasaan penuh secara mutlak dan sempurna. Dia bebas melakukan apa yang dikehendaki tanpa ada yang mengintervensi. Dia berhak menentukan apa yang menjadi ketentuan-Nya tanpa ada yang mampu mengubahnya. Segala sesuatu dapat berubah atas kehendak-Nya dan izin-Nya. Tidak ada sesuatu yang telah, sedang, atau akan terjadi, kecuali sesuai dengan ketentuan dan kekuasaan- Nya atas segala sesuatu, secara sempurna dan mutlak.
Allah berkalam, yang artinya,
“Dan berilah perumpamaan kepada mereka (manusia), kehidupan dunia sebagai air hujan yang Kami turunkan dari langit, maka menjadi subur karenanya tumbuh-tumbuhan di muka bumi, kemudian tumbuh-tumbuhan itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin. Dan adalah Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.” (al-Kahfi: 45).
Ayat yang lain menegaskan,
“…Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (ath- Thalâq: 3).
Seorang hamba yang meneladani nama Al-Muqtadir, akan selalu melihat dan menghadirkan kekuasaan Allah yang mutlak atas segala sesuatu. Dia meyakini ketentuan Allah yang terjadi pada setiap makhluk-Nya, sehingga imannya menjadi kuat dan tidak mencari pertolongan dan bantuan kecuali kepada Allah. Karena selain Allah adalah lemah, terbatas, dan tidak mampu secara mutlak. Hamba tersebut juga akan menyadari keterbatasan-keterbatasan yang dimilikinya, sehingga ia tidak sombong atau berbuat zalim dalam kebijakan yang dia ambil, dengan kekuasaan yang Allah berikan kepada-Nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Haji dan umroh