Keteladanan Nabi Muhammad saw.
Kisah hidup Rasulullah SAW yang menunjukkan betapa tingginya sifat kasih sayang baginda.
Melalui kisah-Nya diharapkan dapat menjadi suri tauladan bagi seluruh umat-Nya di seluruh penjuru dunia.
Ditengah musimpolitik berapa banyak saudara kita muslim yang terang terangan membuka aib orang laian bahkan sampai memfitnah, mari kita teladani baginda Rasul.
Dalam diri Nabi Muhammad SAW selalu ada nilai keteladanan (QS al-Ahzab [33]: 21).
Salah satunya teladan dalam kesabaran.
Ketika Nabi disakiti, beliau tidak pernah membalasnya.
Nabi menghadapinya dengan kesabaran.
Dikisahkan, setiap kali Nabi Muhammad SAW melintas di depan rumah seorang wanita tua, Nabi selalu diludahi oleh wanita tua itu.
Suatu hari, saat Nabi SAW melewati rumah wanita tua itu, beliau tidak bertemu dengannya.
Karena penasaran, beliau pun bertanya kepada seseorang tentang wanita tua itu.
Justru orang yang ditanya itu merasa heran, mengapa ia menanyakan kabar tentang wanita tua yang telah berlaku buruk kepadanya.
Setelah itu Nabi SAW mendapatkan jawaban bahwa wanita tua yang biasa meludahinya itu ternyata sedang jatuh sakit. Bukannya bergembira, justru beliau memutuskan untuk menjenguknya.
Wanita tua itu tidak menyangka jika Nabi mau menjenguknya.
Ketika wanita tua itu sadar bahwa manusia yang menjenguknya adalah orang yang selalu diludahinya setiap kali melewati depan rumahnya, ia pun menangis di dalam hatinya, "Duhai betapa luhur budi manusia ini. Kendati tiap hari aku ludahi, justru dialah orang pertama yang menjengukku."
Dengan menitikkan air mata haru dan bahagia, wanita tua itu lantas bertanya, "Wahai Muhammad, mengapa engkau menjengukku, padahal tiap hari aku meludahimu?" Nabi SAW menjawab, "Aku yakin engkau meludahiku karena engkau belum tahu tentang kebenaranku. Jika engkau telah mengetahuinya, aku yakin engkau tidak akan melakukannya."
Mendengar jawaban bijak dari Nabi, wanita tua itu pun menangis dalam hati.
Dadanya sesak, tenggorokannya terasa tersekat. Lalu, dengan penuh kesadaran, ia berkata, "Wahai Muhammad, mulai saat ini aku bersaksi untuk mengikuti agamamu."
Lantas wanita tua itu mengikrarkan dua kalimat syahadat, "Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah."
Demikianlah salah satu kisah teladan kesabaran Nabi Muhammad SAW yang sungguh menakjubkan dan sarat akan nilai keteladanan.
Nabi SAW tidak pernah membalas keburukan orang yang menyakitinya dengan keburukan lagi, tetapi Nabi justru memaafkannya.
Dalam syair dikatakan, sabar memang pahit seperti namanya, tetapi akibatnya lebih manis dari madu.
Masih banyak kisah tentang kesabaran Nabi lainnya yang hendaknya terus digali, lalu disosialisasikan, dan berikutnya diteladani.
Dengan demikian, jika nilai-nilai kesabaran ini dijadikan sebagai landasan dalam membangun bangsa dan negara, tidak menutup kemungkinan harmonisasi antarmasyarakat, masyarakat dengan pemimpin dan antarpemimpin akan dapat terwujud.
Kejujuran Nabi Muhammad saw.
Baginda Nabi Muhammad SAW itu adalah seorang yang sangat jujur dalam semua perkataan dan prilakunya. Beliau seorang yang sangat dipercaya dalam menjaga hak-hak orang lain. Umatnya sangat mencintai dan sangat hormat kepada beliau dengan dua sifat beliau yaitu sifat Jujur dan menepati janji. Keduanya merupakan sifat dari semua Nabi dan Rasul Allah SWT.
Diriwayatkan oleh Abu Daud dan Tirmidzi dari Sahabat Abu Hurairah RA bahwa Sesungguhnya Nabi SAW bersabda, “Datangilah Amanah kepada Orang yang mempercayai-mu dan janganlah berkhianat kepada orang yang mengkhianati-mu”.
Ketika seseorang mengkhiati kita maka tak usah balik mengkhianatinya. Ketika seseorang berbuat jelek kepada kita maka tak perlu dibalas dengan kejelrkan yang sama. Memang terkadang menyakitkan. Namun, sifat inilah yang dicontohkan oleh Baginda Nabi Muhammad kita.
Rasulullah SAW merupakan pribadi yang sangat membenci sifat kadzib atau bohong dan khianat, karena kedua sifat ini merupakan bagian dari tanda-tanda dari orang-rang yang munafik, sedangkan orang munafik itu berada di dasar jurang neraka.
Maka tidak pernah ada sama sekali literatur sejarah sejak Baginda Nabi dari masa kecil sampai dewasa, menyebutkan bahwa beliau punya sifat Kadzib dan Khianat. Beliau itu begitu sangat memegang teguh janji dan selalu menepatinya walau sekecil dan seremeh apapun. Bahkan saat muda, beliau dijuluki al Amin (yang dapat dipercaya)
Diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Muslim dari Ummi Kaltsum binti Uqbah bin Abi Mu’id RA, bahwa sesungguhnya Umi Kastum berkata, “Tidak ada sama sekali sifat kadzib (bohong) itu baik dan maslahat di antara sesama manusia. Aku tidak pernah mendengar Baginda Nabi memberi kemurahan terhadap kebohongan kecuali di dalam 3 urusan perkara, yaitu; di dalam peperangan (strategi perang), lalu (berbohong) untuk kebaikan di antara sesama manusia (menyelesaikan pertikaian dll), lalu seorang suami yang bercerita akan hal sesuatu (demi kebaikan) kepada istrinya dan istri kepada suaminya”.
Baginda Nabi selalu bergaul dengan manusia dengan sangat baik. Beliau melarang berbuat khianat dan sifat keji lainya dalam hal apa saja. Ketika beliau berhutang, meminjam sesuatu, gadai, jual beli, sewa menyewa, hadiah, infaq sedekah dan semua urusan muamalah lainnya beliau begitu sangat memegang teguh prinsip-prinsip mu’asyaroh dan muamalah yang sangat baik, sangat teguh pendirian, dan sangat memegang teguh janji.
Kalau berjanji, beliau selalu menepati. Pernah suatu ketika ada seseorang yang berbaiat setia kepada Baginda Nabi, lalu orang itu berjanji akan datang di satu tempat. Ternyata ia lupa tidak datang. Setelah tiga hari kemudia ia mengingatnya. Ternyata, Baginda Nabi masih tetap menunggu selama tiga hari di tempat yang dijanjikannya. Sungguh luar biasa sifat Baginda Nabi.
Rasulullah SAW juga pernah kedatangan Halimatus Sakdiyah, orang yang pernah menyusui Baginda Nabi setelah beliau ditinggal wafat Ibundanya. Ketika itu, Halimatus Sakdiyah sudah sangat sepuh dan lemah, ia mengadukan kesulitan ekonomi kepada Baginda Nabi. Lalu Rasulullah bersabda kepada Sayyidah Khadijah, beliau ini (Halimah) adalah yang pernah menyusuiku di kala aku ditinggal wafat ibunda Siti Aminah. Lalu beliau memberikan Unta dan 40 ekor kambing setelah terjadi perang Hunain.
Baginda Nabi menyambutnya (Halimatus Sakdiyah) seraya bersabda, “Selamat datang Ibuku”. Beliau lalu menggelar selendang surbannya dan mempersilahkan Halimatus Sakdiyah untuk duduk di atasnya. Inilah akhlak muliah yang dicontohkan Baginda Nabi yang patut dicontoh oleh umatnya, terutama kita yang sekarang hidup di jaman yang serba tidak menentu ini. Walllahu a’lam bisshawab.
Menolak Akhlak Tetcela.
3. Menolak Murtad.
Setidaknya ada tiga penyebab seseorang menjadi murtad, yaitu :
1. Murtad Terkait Dengan Keyakinan
Di antara bentuk kemurtadan secara keyakinan misalnya mengingkari sifat Allah, atau menolak kebenaran Al-Quran, atau mengingkari kenabian Muhammad SAW.
a. Mengingkari Sifat Allah
Para ulama sepakat bahwa siapa saja dari umat Islam yang meyakini bahwa tuhan itu tidak ada alias atheis, dia telah murtad dari agama Islam.
Demikian juga bila mengingkari satu dari sifat-sifat Allah yang jelas, tegas, dan tsabit, maka dia telah murtad keluar dari agama Islam, seperti menyatakan Allah punya anak, istri dan sebagainya.
Termasuk bila seseorang mengatakan bahwa Allah itu tidak abadi, atau sebaliknya malah mengatakan alam ini kekal abadi, maka dia telah murtad.
b. Mengingkari Kebenaran Al-Quran
Orang yang menolak kebenaran Al-Quran, bahwa kitab itu turun dari Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW, turun dengan tawatur, melalui Jibril alaihissalam, dengan bahasa Arab, serta menjadi mukjizat buat Rasulullah SAW, dan dengan itu Allah menantang orang Arab untuk membuat yang setara, maka dia sudah murtad.
Termasuk di dalamnya kategori murtad adalah orang yang menolak kebenaran satu ayat dari ribuan ayat Quran, kecuali bila ayat itu memang multi tafsir atau sudah dinasakh hukumnya.
c. Mengingkari Kenabian Muhammad SAW
Menolak kenabian Muhammad SAW termasuk keyakinan yang sesat dan mengakibatkan murtad dari agama Islam. Sebab dasar agama Islam itu diletakkan pada keyakinan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah seorang nabi yang menjadi utusan Allah secara resmi.
Maka mengingkari kenabian beliau SAW sama saja menngingkari keberadaan agama Islam. Berarti orang yang mengingkarinya telah ingkar atau kafir dari agama Islam.
2. Murtad Terkait Dengan Perkataan
Selain dengan jalan penyimpangan keyakinan, kemurtadan itu bisa terjadi akibat ucapan atau lafadz secara lisan, yaitu apabila seseorang mengucapkan sab (سبّ). Selain itu murtad juga bisa terjadi ketika seseorang melontarkan tuduhan kafir (takfir) kepada seorang muslim tanpa hak.
a. Sab
Istilah sab (سبّ) sering diartikan sebagai penghinaan atau kalimat yang merendahkan, menjelekkan, mencaci, melaknat, menghina.
Para ulama telah mencapai kata sepakat bahwa orang yang menghina Allah SWT, atau mencaci, memaki, menjelekkan-Nya sebagai orang yang murtad dan keluar dari agama Islam. Walaupun hal itu hanya sekedar candaan, atau main-main belaka.
[1]
Dasarnya adalah firman Allah SWT di dalam Al-Quran :
وَلَئِن سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ قُلْ أَبِاللّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنتُمْ تَسْتَهْزِؤُونَ لاَ تَعْتَذِرُواْ قَدْ كَفَرْتُم بَعْدَ إِيمَانِكُمْ إِن نَّعْفُ عَن طَآئِفَةٍ مِّنكُمْ نُعَذِّبْ طَآئِفَةً بِأَنَّهُمْ كَانُواْ مُجْرِمِينَ
Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan menjawab: "Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja". Katakanlah: "Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?" Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami memaafkan segolongan daripada kamu (lantaran mereka tobat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa. (QS. At-Taubah : 65-66)
Demikian juga para ulama sepakat tanpa ada perbedaan pendapat, bahwa orang yang menghina Rasulullah SAW telah murtad. Termasuk ke dalam penghinaan ketika seseorang menghina kekurangan baik pada diri beliau SAW, atau nasab dan agama. Termasuk juga melaknat Nabi SAW, mengejeknya, menuduhnya dengan tuduhan palsu.
[2]
Di antara para nabi dan rasul yang jumlahnya mencaiap 124 ribu orang itu, sebagiannya ada yang sudah jelas identitasnya dan kita mengenalnya dengan baik. Kedudukan mereka menurut para ulama sama dan sederajat dengan Rasulullah SAW. Maka menghina atau menjelekkanpara nabi dan rasul, sama dengan dengan menghina Rasulullah SAW, maka perbuatan seperti itu termasuk juga hal-hal yang berakibat pada kemurtadan.
[3]
Sedangkan menghina orang-ornag yang belum masih jadi perbedaan pendapat ulama tentang status kenabiannya, meski tidak termasuk perbuatan murtad, namun menghinanya tetap saja bisa dihukum, walaupun bukan hukuman mati.
- Menghina Istri-istri Nabi
Para ulama telah sepakat bahwa menghina istri Nabi Muhammad SAW, khususnya Asiyah
radhiyallahuanha termasuk perbuatan murtad. Pelakunya bisa divonis kafir dan halal darahnya dengan dasar yang hak. Sebab pelakunya berhadapan dengan ayat Al-Quran yang sharih tentang kesuciannya di dalam surat
[4]
يَعِظُكُمُ اللَّهُ أَن تَعُودُوا لِمِثْلِهِ أَبَدًا إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ
Allah memperingatkan kamu agar (jangan) kembali memperbuat yang seperti itu selama-lamanya, jika kamu orang-orang yang beriman. (QS. An-nuur : 17)
Sedangkan istri-istri Rasulullah SAW selain Aisyah, apakah kedudukannya sama, dalam arti kalau ada yang menghinanya bisa divonis kafir dan halal darahnya?
Pada ulama agak berbeda dalam hal ini. Mazhab Al-Hanafiyah dan Al-Hanabilah menyamakan antara semua istri Rasulullah SAW dengan Aisyah dalam kemuliaan dan kedudukannya. Maka orang yang menghina salah satu istri beliau SAW, bisa divanis murtad dan halal darahnya.
Sedangkan mazhab Al-Malikiyah dan Asy-Syafi'iyah berpendapat bahwa kedudukan para istri nabi SAW yang lain selain Aisyah sama dengan para shahabat nabi yang lain. Yang menghina mereka tentu dihukum tetapi bukan divonis kafir dan murtad, serta tidak dihukum mati.
b. Takfir
Para ulama sepakat bahwa salah satu penyebab kemurtadan adalah ketika seorang muslim menuduh saudaranya yang muslim sebagai kafir tanpa bisa mempertahankan tuduhannya secara legal di majelis mahkamah syar'iyah. Dasarnya adalah sabda Rasulullah SAW :
أَيُّماَ امْرِئٍ قَالَ لأَِخِيْهِ: ياَ كَافِر فَقَدْ بَاءَ بِهَا أَحَدُهُمَا إِنْ كاَنَ كَمَا قَالَ وَإِلاَّ رَجَعَتْ عَلَيْهِ
Siapa pun orang yang menyapa saudaranya yang muslim, 'wahai kafir', maka dia akan mendapat salah satu dari kedunyanya, yaitu benar tuduhannya atau tuduhannya kembali kepadanya. (HR. Muslim)
مَنْ دَعَا رَجُلاً بِاْلكُفْرِ أَوْ قَالَ عَدُوَّ اللهِ وَلَيْسَ كَذَلِكَ إِلاَّ حَارَ عَلَيْهِ
Orang yang menyapa seorang muslim dengan kafir atau memanggilnya dengan sebutan 'musuh Allah', padahal tidak benar, maka tuduhan itu akan berbalik kepada dirinya sendiri. (HR. Muslim)
Dari kedua hadits di atas bisa disimpulkan bahwa menuduh seorang muslim sebagai kafir atau musuh Allah, akan beresiko besar. Sebab tuduhan itu harus bisa dibuktikannya di mahakamah syar'iyah. Bila tuduhannya benar, maka penuduhnya selamat. Namun bila tidak bisa dibuktikannya, maka dirinya sendirilah yang beresiko menerima vonis kafir atau murtad.
Kurang lebih ada kemiripan dengan tuduhan zina (qadzaf), dimana penuduhnya justru diancam dengan 80 cambukan apabila tidak bisa membuktikannya di mahkamaha syar'iyah.
3. Murtad Terkait Dengan Perbuatan
Di antara contoh bentuk murtad dengan perbuatan misalnya membuang mushaf ke tempat sampah, bersujud kepada berhala, meninggalkan shalat fardhu atau zakat sambil mengingkari kewajibannya.
a. Membuang Mushaf ke Tempat Sampah
Orang yang membuang mushaf Al-Quran dengan sengaja dan diniatkan untuk menghinanya, hukumnya murtad dari agama Islam, karena termasuk melakuka penghinaan kepada agama.
Sedangkan bila karena ketidak-sengajaan, ada tulisan yang merupakan ayat Quran tetapi terbuang ke tempat sampah, hukumnya tidak murtad. Karena tidak dilakukan dengan sengaja dan tidak diniatkan untuk menghina Al-Quran.
Untuk itu apabila ada sobekan kertas yang tidak berguna, namun terdapat potongan ayat Al-Quran, sebaiknya dibakar saja. Dasarnya adalah ketika khalifah Utsman bin Affan radhiyallahuanhu melaksanakan proses penulisan ulang khat Quran, mushaf-mushaf yang pernah ditulis oleh shahabat sebelumnya dikumpulkan lalu dibakar. Sehingga yang tersisa hanya mushaf yang sudah menjadi standar penulisan yang resmi.
b. Sujud Kepada Berhala
Seorang muslim yang bersujud kepada berhala dengan sengaja dan berniat untuk mengagungkan atau menyembahnya, maka dia telah murtad dari agam Islam. Yang termasuk berhala bukan hanya patung, tetapi juga matahari, bulan atau bintang di langit.
c. Meninggalkan Shalat Fardhu
Seorang muslim yang secara sengaja meninggalkan shalat fardhu lima waktu, dengan disertai keyakinan bahwa shalat itu tidak wajib atasnya, maka dia termasuk orang yang murtad dari agama Islam.
Dalam istilah fiqih, orang yang mengingkari kewajiban shalat fardhu lima waktu disebut jahidus-shalah (جاحد الصلاة).
d. Mengingkari Kewajban Zakat
Demikian juga seorang muslim yang menolak membayar zakat, seraya mengingkari kewajiban zakat di dalam syariat Islam.